Dampak resesi otomotif kini mulai terasa dengan semakin nyatanya potensi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal, di tengah lesunya pasar kendaraan nasional. Penurunan penjualan mobil yang signifikan dalam beberapa kuartal terakhir telah memicu kekhawatiran serius di kalangan pelaku industri dan pekerja, menandakan adanya gejolak ekonomi yang memerlukan perhatian dan tindakan segera.
Data penjualan kendaraan roda empat yang dirilis oleh Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) menunjukkan tren negatif yang mengkhawatirkan. Pada kuartal pertama 2025, penjualan wholesale mobil mengalami penurunan 4,7 persen, sementara penjualan ritel terkontraksi hingga 8,9 persen secara year-on-year. Angka-angka ini adalah cerminan langsung dari dampak resesi otomotif yang mulai membebani sektor ini. Analis pasar otomotif dari institusi riset terkemuka di Indonesia, Ibu Anggraeni Dewi, dalam laporan industri terbarunya pada 20 Mei 2025, menyebutkan bahwa “Penurunan ini bukan sekadar fluktuasi musiman, melainkan indikasi struktural yang lebih dalam.”
Faktor-faktor pemicu kondisi ini beragam. Kenaikan suku bunga kredit yang tinggi menyebabkan biaya kepemilikan kendaraan menjadi lebih mahal, sehingga konsumen menunda atau membatalkan niat pembelian. Selain itu, implementasi kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen sejak awal tahun 2025 juga turut berkontribusi pada peningkatan harga jual kendaraan, semakin menekan daya beli masyarakat yang sudah tergerus inflasi.
Dampak resesi otomotif ini tidak hanya dirasakan oleh pabrikan utama, tetapi juga menyebar ke seluruh rantai pasok. Industri otomotif mempekerjakan lebih dari 1,5 juta orang, meliputi sektor manufaktur komponen, diler, bengkel, hingga logistik dan pembiayaan. Dengan penurunan produksi dan penjualan, perusahaan-perusahaan di seluruh ekosistem ini terpaksa melakukan efisiensi operasional. Sayangnya, efisiensi ini seringkali berujung pada pengurangan jam kerja, penghentian kontrak, atau bahkan PHK massal. Beberapa serikat pekerja di sektor otomotif di Karawang dan Bekasi telah melaporkan adanya negosiasi terkait potensi pengurangan jumlah karyawan sejak pertengahan Mei 2025.
Meskipun menghadapi tantangan berat ini, optimisme tetap ada. Beberapa pihak berharap perbaikan ekonomi akan terjadi pada paruh kedua tahun 2025. Namun, antisipasi terhadap dampak resesi otomotif dan langkah-langkah mitigasi PHK tetap harus menjadi prioritas. Kolaborasi antara pemerintah, asosiasi industri, dan perusahaan perlu diperkuat untuk melindungi lapangan kerja dan memastikan keberlanjutan industri strategis ini di masa depan.